Koruptor, itulah sebutan
yang dimesatkan bagi mereka yang mencuri uang negara untuk kepentingan diri
sendiri. Jika ditelaah lebih lanjut koruptor ini lebih mengerikan dari pada
tindak terorisme, hal tersebut disebabkan oleh dampak yang ditimbulkan dari prilaku
korupsi ini dapat mengakibatkan puluhan, ratusan, ribuan dan jutaaan orang
menjadi menderita akibat dari perilaku tersebut.
Korupsi di lingkungan
perpajakan contohnya telah melahirkan ribuan Gayus-Gayus lain. Pajak-pajak yang
dibayar, seharusnya diperuntukkan bagi kepentingan dan kemakmuran rakyat,
tetapi justru dinikamati oleh pribadi dan kelurga oknum koruptor di
departemen pengelola keuangan negara tersebut.
Korupsi juga dapat
terjadi dilingkungan peradilan dan hukum, hal tersebut mengakibatkan hukum di
negara ini mudah dibeli. Dengan adanya praktek korupsi di
lingkungan hukum dan peradilan ini memunculkan stigma negatif yang melekat pada
hukum di Indonesia yang menyatakan bahwa hukum di Indonesia ‘tumpul keatas dan
tajam kebawah’, yang berarti hukum disini sebagai suatu produk pesanan bagi mereka
yang beruang dan tidak berpihak kepada masyarakat kalangan bawah.
Tidak ada habisnya ketika
membicarakan mengenai korupsi dan koruptor, karena praktek korupsi sepertinya
sudah menjadi sebuah budaya baru di negara ini. Praktek korupsi seakan telah
mendarah daging pada semua lini kehidupan di negara Indonesia, seperti di
sektor ekonomi, hukum, pendidikan, kesehatan, transportasi dan olaraga pun
telah menjadi suatu rahasia umum mengenai adanya praktek koruptorisme.
Dulu pada tahun 1998, di era reformasi sebagian rakyat Indonesia menyatakan
bahwa “Soeharto adalah seorang koruptor”, tetapi tidak bisa dipungkiri juga
bahwa rakyat Indonesia tidak bisa melupakan beliau dan sebaiknya justru
mengucapkan terimakasih, karena adanya dampak pembangunan yang bisa dikatakan masih
terlihat jelas, meskipun hal tersebut dikatakan sebagai hasil dari korupsi.
Salah satu potensi
masalah penyebab korupsi adalah kesisteman, dan budaya taat hukum yang rendah
di negara Indonesia. Pertemuan World Economic Forum on East Asia yang
dilaksanakan di Indonesia merekomendasikan agar salah satu cara agar bangsa ini
bisa maju, adalah dengan menyelesaikan masalah korupsi, infrastruktur,
SDM dan kemiskinan.
Kesisteman, contohnya
pada anggota DPR. Mereka sebagai wakil rakyat tapi sistem kontrol terhadap
anggota DPR seakan tidak ada. Ketika masyarakat ditanya mengenai siapa wakil
mereka, jawabannya sudah pasti Anggota DPR yang mewakili daerah pemilihannya.
Selain karena kesisteman, praktik korupsi juga dapat terjadi karena budaya taat
hukum yang rendah di negara Indonesia, seperti halnya banyak orang menggunakan
helm, karena takut ditangkap polisi dan mendapatkan surat tilang bukan karena
kesadaran untuk melindungi kepalanya ketika kecelakaan terjadi.
Maka sudah wajar bila
desakan kepada pemerintah dan setiap orang yang mau peduli kepada bangsa
ini, untuk tidak melindungi seorang koruptor. Koruptor harus dilawan, mulai dari
diri sendiri untuk tidak melakukan tindakan korupsi sehingga tidak menjadi seorang
koruptor, dan harus mulai dari sekarang.
Post a Comment